It's me....

It's me....
senyum melulu :)

Kamis, 17 November 2011

Arti Semangat Sebenarnya (Inspired By Gita Sesa Wanda Cantika)

Jumat lalu, aku membaca sebuah novel bertitel Surat Kecil untuk Tuhan, karangan Agnes Davonar. Dari judulnya saja sudah bikin penasaran. Apalagi tertulis di cover-nya yang berwarna dasar biru itu, Perjuangan Gita Sesa Wanda Cantika Melawan Kanker. Terbersit satu tanya di hatiku, siapa Gita Sesa Wanda Cantika itu? Kenapa baru sekarang aku mendengar nama itu? Apa mungkin karena dia kurang terkenal atau aku yang memang kuper, hehehe....
          Kubuka lembar pertama. Dua foto tertoreh di sana. Wajah Gita yang manis dihiasi kacamata. Inikah penderita kanker itu, pikirku. Gita Sesa Wanda Cantika yang biasa disapa Keke ini adalah mantan penyanyi cilik, sosok gadis pintar yang berhati teguh dan punya semangat sangaaaaat tinggi. Aku bisa menyimpulkan seperti ini setelah membaca lembar demi lembar novel yang berisi kisah hidup dan perjuangan Keke melawan kanker. Kanker Jaringan, atau nama ilmiahnya rabdomisarkoma ini, mulai menyerangnya sejak ia duduk di bangku SMP, di sebuah SMP di Jakarta Barat. Membaca kisahnya, sungguh membuatku berlinang air mata. Air mata sedih, kasihan, kagum, dan sejuta perasaan-perasaan lain yang berbaur jadi satu dan tak bisa dilukiskan lagi. Apalagi, aku membaca novel ini diiringi alunan Bawalah Cintaku-nya Afgan. Jadi makin sedih bawaannya.
          Sejak kecil, Keke sudah menghadapi hidup yang berat. Perceraian kedua orangtuanya membuatnya harus tinggal dengan ayahnya dan kedua kakaknya. Walaupun hanya tinggal dengan ayah dan kakaknya, Keke tetap mendapat limpahan kasih sayang yang sama. Dia gadis yang cerdas, ramah, supel, dan baik hati. Ini membuatnya banyak teman. Dia juga senang menulis puisi dan sering mengirim karyanya ke mading. Beban hidup Keke bertambah, saat ia harus menghadapi kenyataan menyakitkan. Divonis kanker di usia yang masih sangat muda, 13 tahun. Namun, aku benar-benar kagum pada ketabahannya menjalani hidup di tengah sakit kanker yang menggerogotinya. Gejala awalnya, dia sakit mata. Lalu perlahan daerah sekitar matanya membengkak. Lalu, sang ayah membawanya ke dokter spesialis, dan alangkah terpukulnya ayah saat mendengar vonis itu. Kanker jaringan. Kanker ini dengan ganas menyerang wajahnya, hingga akhirnya wajahnya penuh benjolan dan tampak aneh. Tapi sang ayah sengaja berbohong tentang penyakitnya pada Keke untuk menenangkan hatinya. Hingga pada akhirnya Keke tahu bahwa ia mengidap kanker. Namun ia sangat tabah dan kuat. Apalagi di sekelilingnya ada sahabat-sahabat dan kekasihnya, Andi yang masih menyayanginya meski ia sudah tak secantik dulu lagi.
          Ada satu hal yang sangat membuatku terharu dan makin kagum. Pada saat kanker itu sudah makin parah, dan para dokter di Jakarta sudah merasa tak sanggup mengobatinya. Bahkan saat dibawa ke Singapura pun, dokter di sana juga merasa tak sanggup membunuh kanker yang bersemayam di tubuh Keke, namun Keke tetap berusaha sabar dan ceria menghadapinya. Hingga akhirnya ia pulang ke Indonesia, dan pada waktu itu di sekolahnya hampir memasuki musim ujian. Hebatnya, meski dalam keadaan sakit, Keke tetap belajar. Dan pada saat ujian itu tiba, ia memaksakan diri untuk ikut ujian di sekolah, padahal keadaannya sudah sangat tidak memungkinkan. Parahnya, karena kanker itu sudah makin ganas menjalar ke seluruh tubuhnya, Keke jadi tidak bisa berjalan dan harus digendong untuk masuk ke ruang ujian. Untunglah ada supirnya yang selalu setia menggendong dan menungguinya selama dia ujian. Saat ujian terakhir di sekolahnya, di tengah keseriusannya mengerjakan soal, tiba-tiba hidungnya mimisan. Sang supir segera menggendong Keke ke kamar mandi, dan sekembalinya dari kamar mandi, ia sudah merasa tak kuat lagi untuk menulis. Dan yang menurutku paling luarbiasa, dia meminta ijin pada pengawas untuk menjawab soalnya secara lisan, sementara sang supir yang menuliskan jawabannya di lembar jawaban. Begitu semangatnya ia mengikuti ujian. Dan amazing! Pada saat pengumuman hasil ujian, nilai Keke masuk peringkat tiga terbaik di kelasnya! Saat Ramadhan tiba, di tengah sakitnya, ia tetap berpuasa meski tidak maksimal.
          Aku menyusutkan air mata lagi, saat membaca bab terakhir novel yang juga telah difilmkan itu. Walau pun semangat dan tekad Keke untuk survive dan sembuh dari kankernya begitu besar, namun tetap Allah yang menentukan. Tepat tanggal 25 Desember 2006 jam 11 malam, Keke menghembuskan napas terakhir. Saat itu, ia duduk di bangku kelas satu SMA. Ada satu pesan yang diucapkan gadis kelahiran 19 Juni 1991 ini yang selalu kuingat. Satu hal di dunia ini yang paling penting adalah pendidikan. Aku berharap, ketika aku pergi,setidaknya aku mendapat banyak ilmu yang bisa kusimpan dalam otakku yang penuh dengan kanker ini. Aku harap, bila kalian mampu menyimpan lebih banyak ilmu dariku, lakukanlah. Karena itu hal yang paling indah.
          Keke, meskipun aku tak mengenalmu secara langsung, tapi aku merasa begitu dekat denganmu lewat Surat Kecil untuk Tuhan ini. Terima kasih atas inspirasi yang telah kamu berikan untukku. Semoga kamu tenang di haribaan-Nya. Amiin.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar